Rabu, 29 Juli 2009

GURU MENELITI? WHY NOT

JENIS DAN MODEL-MODEL PENELITIAN TINDAKAN KELAS


I. PENDAHULUAN

Classroom action research (CAR) adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan oleh guru di dalam kelas. Action research pada hakikatnya merupakan rangkaian “penelitian-tindakan-penelitian-tindakan- dan seterusnya”, yang dilakukan secara secara terus menerus, dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapi guru.
Ada beberapa jenis action research, dua di antaranya adalah individual action research dan collaborative action research (CAR). Jadi CAR bisa berarti dua hal, yaitu classroom action research dan collaborative action research. Keduanya merujuk pada hal yang sama.

II. JENIS PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Dalam bukunya Sharon Bodie Oja yang berjudul Collaborative Action Research: A Developmental Approach dijelaskan jenis-jenis penelitian tindakan kelas seperti di bawah ini:

1. Guru Sebagai Peneliti (Teacher As Researcher)
Bentuk penelitian tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan praktik mengajar guru dalam kelas. Guru terlibat dalam proses perencanaan, tindakan dan kegiatan refleksi. Guru memberikan masalah untuk dipecahkan, jika di luar peneliti yang terlibat, peran mereka adalah untuk membantu para guru seperti menguji praktik mengajar mereka.
Penelitian tindakan semacam ini hampir semuanya melibatkan guru itu sendiri. Guru menemukan masalahnya, kemudian menyusun rencana tindakannya, melakukan tindakan tersebut dan akhirnya akan merefleksikannya. Hal ini dapat dilakukan guru dengan banyak-banyak berbagi pengalaman mengajar beserta solusi-solusinya dengan sejawat. Dengan demikian masukan dari guru sejawat dapat dijadikan pertimbangan untuk mengembangkan tindakan selanjutnya.

2. Eksperimen Adminitrasi Sosial
Kelly (1986) dalam bukunya Sharon Bodie Oja yang berjudul Collaborative Action Research: A Developmental Approach menjelaskan model ini sebagai penelitian tindakan ini bertujuan untuk mempengaruhi kebijakan dan praktiknya, daripada guru yang menarik dalam refleksi pada prkatik mengajar mereka. Dalam model ini, para peneliti mengambil penelitian berbasis hipotesis. Tes dalam sebuah proyek eksperimen tindakan, dan evaluasi. Praktisi memiliki sedikit masukan dalam proses dan peneliti tetap keluar dari situasi di mana terjadi tindakan. Model ini jelas tidak memenuhi harapan kolaborasi, pengembangan profesional, dan fokus pada masalah-masalah yang praktis dengan cirri-ciri penelitian tindakan.
.
3. Penelitian Tindakan Terpadu secara Serentak
Penelitian ini dalam menentukan model penelitian tindakan yang kontribusinya untuk memecahkan masalah praktis dan ilmu pengetahuan. Seperti penelitian eksperimen sosial penelitian ini tidak saja konsen memberikan konstribusi terhadap teori, tetapi juga ‘mengijinkan’ praktisi untuk berbagi pengalaman dalam desain pembelajar Seperti guru-peneliti sebagai model, ia melibatkan guru dalam aksi dan refleksi dengan segera, tetapi situasi yang terjadi di bawah penyelidikan peneliti lain. Hal ini karena guru sebagai kolaborator mungkin belum sebagai inovator yang baik.
Penelitian melibatkan guru dan peneliti sekaligus dalam segala kegiatan perencanaan, tindakan, dan refleksi. Yang membedakan dengan penelitian tindakan yang lain adalah kegiatan tindakan dan refleksi langsung diamati dan dicatat oleh penelitian (di luar guru) yang bertindak sebagai kolaboratornya sehingga penelitian ini mampu menghasilkan konsep-konsep yang aplikatif.

4. Penelitian Tindakan Kolaborasi

Model penelitian tindakan ini berkembang dari proyek fund di Amerika Serikat, National Institute of Education. Penelitian model ini membawa bersama-sama guru, staf pengembang, dan / atau universitas fakultas dengan tujuan meningkatkan praktek, kontribusi terhadap teori pendidikan dan untu penyediaan tenaga pembangunan. Bentuk penelitian tindakan ini cenderung dilakukan tim yang mungkin tidak berbasis sekolah.
Tim ini akan mempublikasikan hasil penelitian dalam studinya dan proyek penelitian ini akan didokumentasikan dan dianalisis oleh peneliti lain.

Pada sumber yang lain, jenis penelitian tindakan kelas dibedakan menjadi 4, yakni (1) PTK diasnogtik, (2) PTK partisipan, (3) PTK empiris, dan (4) PTK eksperimental. Untuk lebih jelas, berikut dikemukakan secara singkat mengenai keempat jenis PTK tersebut
1. PTK Diagnostik
Yang dimaksud dengan PTK diagnostik ialah penelitian yang dirancang dengan menuntun peneliti ke arah suatu tindakan. Dalam hal ini peneliti mendiagnosia dan memasuki situasi yang terdapat di dalam latar penelitian. Sebagai contohnya ialah apabila peneliti berupaya menangani perselisihan, pertengkaran, konflik yang dilakukan antar siswa yang terdapat di suatu sekolah atau kelas.
2. PTK Partisipan
Suatu penelitian dikatakan sebagai PTK partisipan ialah apabila orang yang akan melaksanakan penelian harus terlibat langsung dalam proses penelitian sejak awal sampai dengan hasil penelitian berupa laporan. Dengan demikian, sejak penencanan panelitian peneliti senantiasa terlibat, selanjutnya peneliti memantau, mencacat, dan mengumpulkan data, lalu menganalisa data serta berakhir dengan melaporkan hasil panelitiannya. PTK partisipasi dapat juga dilakukan di sekolah seperti halnya contoh pada butir a di atas. Hanya saja, di sini peneliti dituntut keterlibatannya secara langsung dan terus-menerus sejak awal sampai berakhir penelitian.
3. PTK Empiris
Yang dimaksud dengan PTK empiris ialah apabila peneliti berupaya melaksanakan sesuatu tindakan atau aksi dan membukakan apa yang dilakukan dan apa yang terjadi selama aksi berlangsung. Pada prinsipnya proses penelitinya berkenan dengan penyimpanan catatan dan pengumpulan pengalaman penelti dalam pekerjaan sehari-hari.
4. PTK Eksperimental

Yang dikategorikan sebagai PTK eksperimental ialah apabila PTK diselenggarakan dengan berupaya menerapkan berbagai teknik atau strategi secara efektif dan efisien di dalam suatu kegiatam belajar-mengajar. Di dalam kaitanya dengan kegitan belajar-mengajar, dimungkin-kan terdapat lebih dari satu strategi atau teknik yang ditetapkan untuk mencapai suatu tujuan instruksional. Dengan diterapkannya PTK ini diharapkan peneliti dapat menentukan cara mana yang paling efektif dalam rangka untuk mencapai tujuan pengajaran.

III. MODEL PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Ada beberapa model PTK yang sampai saat ini sering digunakan di dalam dunia pendidikan, di antaranya: (1) Model Kurt Lewin, (2) Model John Elliot, (3) Model Kemmis dan Mc Taggart, dan (4) Model Dave Ebbutt.

1. Model Kurt Lewin; di depan sudah disebutnya bahwa PTK pertama kali diperkenalkan oleh Kurt Lewin pada tahun 1946. konsep inti PTK yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin ialah bahwa dalam satu siklus terdiri dari empat langkah, yaitu: (1) Perencanaan ( planning), (2) aksi atau tindakan (acting), (3) Observasi (observing), dan (4) refleksi (reflecting) (Lewin, 1990). Sementara itu, empat langkah dalam satu siklus yang dikemukakan oleh Kurt Lewin tersebut oleh Ernest T. Stringer dielaborasi lagi menjadi : (1) Perencanaan (planning), (2) Pelaksanaan (implementing), dan (3) Penilaian (evaluating) (Ernest, 1996).
2. Model Kemmis & McTaggart
Model Kemmis & McTaggart merupakan pengembangan dari konsep dasar yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin sebagaimana yang diutarakan di atas. Hanya saja, komponen acting (tindakan) dengan observing (pengamatan) dijadikan sebagai satu kesatuan. Disatukannya kedua komponen tersebut disebabkan oleh adanya kenyataan bahwa antara implementasi acting dan observing merupakan dua kegiatan yang tidak terpisahkan. Maksudnya, kedua kegiatan haruslah dilakukan dalam satu kesatuan waktu, begitu berlangsungnya suatu tindakan begitu pula observasi juga harus dilaksanakan. Untuk lebih tepatnya, berikut ini dikemukakan bentuk designnya.
3. Model John Elliot
Model John Elliot; apabila dibandingkan dua model yang sudah diutarakan di atas, yaitu Model Kurt Lewin dan Kemmis-McTaggart, PTK Model John Elliot ini tampak lebih detail dan rinci. Dikatakan demikian, oleh karena di dalam setiap siklus dimungkinkan terdiri dari beberapa aksi yaitu antara 3-5 aksi (tindakan). Sementara itu, setiap aksi kemungkinan terdiri dari beberapa langkah, yang terealisasi dalam bentuk kegiatan belajar-mengajar. Maksud disusunnya secara terinci pada PTK Model John Elliot ini, supaya terdapat kelancaran yang lebih tinggi antara taraf-taraf di dalam pelaksanan aksi atau proses belajar-mengajar. Selanjutnya, dijelaskan pula olehnya bahwa terincinya setiap aksi atau tindakan sehingga menjadi beberapa langkah oleh karena suatu pelajaran terdiri dari beberapa subpokok bahasan atau materi pelajaran. Di dalam kenyataan praktik di lapangan setiap pokok bahasan biasanya tidak akan dapat diselesaikan dalam satu langkah, tetapi akan diselesaikan dalam beberapa rupa itulah yang menyebabkan John Elliot menyusun model PTK yang berbeda secara skematis dengan kedua model sebelumnya, yaitu seperti dikemukakan berikut ini.
4. Model Dave Ebbut
Dave Ebbut setuju secara umum dengan ide Kemmis dan Elliot tetapi adad beberapa bagian yang ia tidak setuju. Dave Ebbut mengkaliam bahwa model spiral bukan jalan sepenuhnya untuk mendeskripsikan proses penelitian tindakan . Dia mencontohkan diagram seperti di bawah ini.

Penutup
Semoga semua guru di Indoensia dapat meneliti apa yang seharusnya diteliti oleh seorang guru

SEJATINYA GURU

A. GURU DI MASA LALU
Profesi guru pada masa lalu merupakan profesi yang sangat mulia. Guru betul-betul menjadi sosok yang ‘digugu’ dan ‘ditiru’, walaupun bekal untuk menjadi guru saat itu bisa jadi hanya tamatan SLTP/SLTA dan mungkin juga sudah ada yang SPG/PGA. Namun dengan kesungguhan, keteladanan, dan pola mengajar mereka yang menggunakan hati, mereka para guru di masa lalu itu mampu menduduki kedudukan yang terhormat (Zaim Elmubarok, 2008: 80).
Karena para guru pada masa lampau itu memang benar-benar dapat dijadikan segala hal (tutur kata, keilmuan, ibadah, pergaulan bahkan cara berbusananya pun) maka masyarakat begitu kagum dan mendudukkannya pada posisi status social yang tinggi. Walaupun kenyataannya para guru itu hanya tamatan sekolah menengah yang bukan sekolah guru.
Masyarakat Indonesia dahulu tidak melihat tinggi rendahnya pendidikan melainkan bagaimana mereka bersikap dan berperilaku baik di mata masyarakat. Sejauh mana para guru tersebut dapat berbuat terutama terhadap anak didiknya.
Andre Hirata sebagai penulis novel Laskar Pelangi ikut memberikan gambaran keadaan guru di Indonesia di masa lampau.
Masyarakat Indonesia dahulu adalah masyarakat yang belum banyak terkontaminasi oleh kemajuan zaman dan teknologi. Mereka hanya percaya dengan segala bentuk ketulusan hati dan selalu berprasangka baik terhadap siapapun! Apalagi terhadap profesi guru, mereka akan begitu mengagumi. Bahkan di daerah-daerah luar Jawa ada yang menyebut guru dengan sebutan Tuan Guru. Sungguh sebutan yang teramat berharga.
Di sisi lain walaupun kesejahteraan guru belum dapat dipenuhi ketika itu, namun guru tidak pernah mengeluh. Karena guru telah mendapat kedudukan social yang relatif tinggi dan terhormat.

B. GURU DI MASA SEKARANG
Profesi guru di masa sekarang tidak semulia pada masa lalu. Hal ini disebabkan oleh 2 hal. Pertama sikap guru sendiri yang kurang profesional dalam melaksanakan tugasnya di kelas serta yang kedua tersebarnya kejadian-kejadian buruk yang dilakukan oleh guru melalui media-media yang pada masa lampau tidak terlalu banyak. Sebab terakhir inilah yang menyebabkan profesi guru dipukul rata oleh masyarakat sebagai kedudukan yang tak lagi bisa ‘digugu’ dan ‘ditiru. Padahal kalau kita lihat dari pendidikan yang diperoleh guru untuk menjalankan tugasnya sudah memenuhi kulafikasi tenaga guru yang profsional.
Sebab lain seperti dikutip oleh Zaim Elmubarok, bahwa guru-guru di Indonesia di masa sekarang ini pada umumnya mengajarnya jarang menggunakan pendekatan keteladanan yang istiqomah, tanpa menghadirkan hati dan kedetakan emosi guru-siswa yang kurang. Sebagai contoh seberapa banyak guru yang mengingkari apa yang sering dianjurkan pada siswa-siswinya, seberapa banyak pula guru yang tidak lagi dapat dijadikan teladan bagi siswa-siswinya.
C. KEDUDUKAN GURU
1. KEDUDUKAN GURU SEBAGAI PROFESIONAL
Jabatan guru sebagai profesional menuntut peningkatan kecakapan dan mutu keguruan secara berkesinambungan. Guru yang berkualitas profesional yaitu guru yang tahu secara mendalam tentang apa yang diajarkan, cakap dalam mengajarakannya secar efektif dan efisien dan guru tersebut mempunyai kepribadian yang mantap serta integritas diri yang tidak diragukan lagi.
Bagaimana cara guru untuk memperoleh kedudukan sebagai profesional? Tidak lain adalah dengan belajar, baik dari teori-teori tertulis maupun dengan melihat contoh langsung guru yang profesional di sekolah-sekolah di mana guru itu berada.

2. KEDUDUKAN GURU DALAM MASYARAKAT
Kedudukan guru di masyarakat berbeda di negara satu dengan negara lainnya. Di negara yang dsudah maju guru biasanya ditempatkan pada posisi yang penting dalam proses mencerdaskan bangsa. Namun hal semacam ini jarang kita temui di daerah perkotaan-perkotaan di negara yang sedang berkembang. Sedang didaerah-daerah pedesaannya kedudukan guru masih terjaga dengan baik.
Dalam masyarakat guru adalah sebagai pemimpin yang menjadi panutan atau teladan serta referen bagi masyarakat sekitar. Mereka adalah pemegang norma dan nilai-nialai yang harus dijaga dan dilaksanakan/ Ini dapat kita lihat bahwa betapa ucapan guru di mayarakat sengat berpengaruh bagi orang lain. Bukankah Ki Hajar Dewantara sendiri pernah menggambarkan peran guru itu seperi yang tertuang dalam uangkapannya : Ing Ngarso sung tulodho, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani

3. KEDUDUKAN GURU DI DALAM KELAS
Kedudukan guru di dalam kelasnya merupakan kedudukan gur yang paling vital. Karena guru ‘bersentuhan’ langsung dengan lapis masyarakat yang dapat langsung mengidolakannya dan juga dapat langsung merendahkannya.
Hal ini dikarenakan komunitas utama yang menjadi wilayah tugas guru adalah di dalam kelas untuk memberikan keteladanan, pengalaman serta ilmu pengetahuan kepada siswa-siswinya baik dalam situasi interaksi dalam kelas maupun interaksi di luar kelas.
Dalam situasi yang normal ketika guru menjalankan tugasnya di dalam kelas, guru harus bisa menempatkan dirinya sebagai seorang yang mempunyai kewibawaan dan otoritas yang tinggi, guru harus mampu menguasai kelas dan bisa mengontrol siswa-siswinya. Ini semua membutuhkan sosok guru yang mempunyai integritas moral yang cukup tinggi. Bila integritas ini menurun, maka yang terjadi adalah aroganisme guru terhadap siswanya sendiri, sebuah pemaksaan-pemaksaan saja.

D. PENGHARGAAN MASYARAKAT KEPADA GURU
Pada umumnya penghargaan masyarakat terhadap prosfesi guru di Negara kita dibedakan menjadi dua, yakni penghargaan social dan penghargaan ekonomis. Penghargaan social didapat guru secara kauasalitas, berdasarkan jasa dan perilaku guru tersebut dalam masyarakat.
Penghargaan ekonomis yakni penghargaan atas peran guru dipandang dari seberapa besar gaji yang diterima oleh guru. Dengan kondisi gaji guru-guru sampai tahun 2008-an ini tidak mungkin sejahtera dalam ekonomi hanya dengan pekerjaan mengajarnya saja. Hal inilah yang menjdikan kurang maksimalnya guru dalam menjalankan tugas mengajarnya apalagi melakukan pengabdian pada masyarakat.
Dalam masyarakat kita sering mendapati kenyataan guru yang mengajar di sekian sekolah, guru yang juga berprofesi sebagai tukang ojek, penjual sayuran. Hal ini lebih banyak terjadi di wilayah perkotaan, karena biaya kebutuhan hidup tinggi sementara gaji yang diperoleh dari guru tidak sebanding dengan kebutuhannya. Sedang di desa-desa hal ini jarang seklai terjadi.
Kenyataan inilah yang pada akhirnya mendorong pemerintah untuk meningkatkan pendapatan guru melalui program sertifikasi-sertifikasi itu. Apakah setelah pendapatan naik kemudian pola pengajarannya akan profesional? Sebuah pertanyaan yang agak sulit untuk dijawab dengan kata-kata pasti
E. HARAPAN MASYARAKAT TERHADAP GURU DI MASA SEKARANG
Harapan masyarakat terhadap guru di masa sekarang ini adalah guru mampu meningkatkan kecakapan dan mutu keguruannya secara terus menerus sehingga berkembang sesuai tuntutan zaman (Moh. Uzer Usman,2008: 14)
Mengapa masyarakat berharap demikian? Karena siswa-siswi yang sekarang sedang menempuh pendidikan itu dibesarkan tidak untuk masa sekarang, tetapi untuk masa-masa yang akan datang yang perkembangan ilmu pengetahuan akan terjadi dengan dahsyatnya serta perubahan-perubahan perilaku masyarakat yang kian rentang mengarah ke ha-hal yang kurang menguntungkan.
Harapan masyarakat seperti di atas apabila terpenuhi dengan sendirinya penghargaan masyarakat akan meningkat pula. Secara ekonomis pula guru akan mendapatkan tunjang-tunjangan yang cukup memadai untuk bekal hidup di masyarakat.

Daftar Rujukan
Elmubarok, Zaim.2008. Membumikan Pendidikan Nilai, Mengumpulkan yang Terserak, Menyambung yang Terputus dan Menyatukan yang Tercerai. Bandung : Alfabeta
Usman, Moh Uzer. 2008. Menjadi Guru Profesional. Bandung : PT Remaja Rosdakarya